Newflash

Evolusi Wayang

Pagi itu, sekitar 100 orang berlalu lalang di pelataran museum yang sekaligus menjadi pelataran Museum Fatahilah. Tidak ada alat bantu “navigasi” yang menandai keberadaan Museum Wayang agar mudah dikenali orang—misalnya dengan gambar kayon (gunungan). Masih beruntung, dari sekitar 100 orang pagi itu, ada sekitar 12 orang yang tertarik untuk masuk ke Museum Wayang. Jumlah tamu baru bertambah dua ketika Matahari tepat berada di atas langit Kota Tua.


Mengenai jumlah pengunjung, Kepala Museum Wayang Dachlan menyampaikan, sebanyak 41.264 karcis terjual sepanjang tahun lalu. Itu sudah termasuk rombongan pelajar yang mendapat tugas berkunjung dari sekolah mereka. Jika dipukul rata, gedung itu hanya dikunjungi 113 orang per hari, lebih sedikit dari kapasitas kursi dua bus kota.
Dengan jumlah tersebut, museum ini menempati urutan ketiga untuk jumlah pengunjung museum-museum yang dikelola Pemda DKI Jakarta. Urutan pertama diduduki Monumen Nasional (Monas) diikuti Museum Sejarah, baru kemudian Museum Wayang. “Sudah lumayan, namun masih harus ditingkatkan lagi. Rencananya tahun 2009 ini kami akan merombak tata ruang dan menambah pentas yang didukung multimedia,” kata Dachlan.

Seperti museumnya yang terus bergulat untuk mendongkrak jumlah pengunjung, kesenian wayang yang enam tahun silam didaulat UNESCO sebagai World Master Piece of Oral and Intangible Heritage of Humanity juga menghadapi tantangan dalam mempertahankan popularitas dirinya dari masa ke masa.

Menurut penelusuran Sekretariat Pewayangan Indonesia (Senawangi), seni wayang dimiliki oleh tidak kurang dari 18 provinsi negeri ini. Namun, cuma seni wayang gaya (gagrag) tertentu yang mampu hidup, berkembang, memiliki penikmat dalam jumlah yang banyak, serta memberikan kehidupan yang layak kepada para pelakunya.
Senawangi mencatat, Wayang Bali, Wayang Kulit Jawatimuran, Surakarta, Yogyakarta, serta Wayang Golek Sunda merupakan jenis-jenis wayang yang lestari dan tetap mengalami perkembangan. Sementara itu Wayang Sasak, Wayang Golek Menak, dan Wayang Kulit Cirebon berkembang lamban. Yang rapornya merah adalah Wayang Palembang dan Wayang Banjar. Keduanya dinilai nyaris punah.

Apa yang dibutuhkan agar suatu jenis seni wayang mampu terus hidup di tengah-tengah perubahan zaman?

0 komentar:

Posting Komentar

isi komentar

 
Powered By Blogger | Portal Design By Trik-tips Blog © 2009 | Resolution: 1024x768px | Best View: Firefox | Top