Newflash

Petunjuk Pertama Darwin

Perjalanan Charles Darwin muda di atas HMS (His Majesty’s Ship, kapal milik Kerajaan Inggris) Beagle selama 1831-1836 adalah salah satu yang paling dikenal dan paling dimitoskan dalam sejarah ilmu pengetahuan. Sebagaimana kisah yang ada, Darwin berlayar sebagai naturalis di HMS Beagle, mengunjungi Kepulauan Galápagos di Samudra Pasifik bagian timur, dan di sana melihat kura-kura raksasa dan burung pipit (finch). Banyak spesies pipit dapat dibedakan berdasarkan bentuk paruhnya yang menandakan adaptasi terhadap jenis makanan tertentu. Di tiap-tiap pulau, kura-kura memiliki cangkang yang berbeda bentuknya.

Petunjuk-petunjuk dari Galápagos ini memandu Darwin (apakah segera? Atau lama setelahnya? dalam hal ini cerita mitos tersebut menjadi kurang jelas) menyimpulkan bahwa keanekaragaman hayati di Bumi muncul melalui proses penurunan makhluk hidup yang disertai modifikasi—evolusi, demikian istilahnya sekarang—dan seleksi alam adalah mekanismenya. Darwin menulis buku yang berjudul The Origin of Species dan meyakinkan semua orang, kecuali para pemimpin Gereja Anglikan, bahwa demikianlah adanya.

Penjelasan tersebut tidak sepenuhnya benarah. Cerita bak kartun tentang pengarungan Beagle serta akibatnya itu memang ada benarnya, tetapi kisah itu juga mencampuraduk, memelintir, dan menghilangkan banyak hal. Misalnya, keragaman burung pipit di Galápagos tidaklah sejelas seperti keragaman burung mockingbird atau tenca (Mimus thenca), paling tidak pada awalnya dan Darwin baru mampu memahami perihal burung-burung pipit itu setelah dibantu oleh seorang pakar burung di Inggris.

Persinggahan di Galápagos merupakan anomali singkat menjelang akhir ekspedisi yang tujuan utamanya menyigi garis pantai Amerika Selatan. Darwin ikut di Beagle bukanlah sebagai naturalis resmi; dia adalah lulusan Cambridge berusia 22 tahun yang sedang mengawali karier dengan setengah hati sebagai pendeta desa. Darwin diundang mengikuti pengarungan tersebut sebagai teman makan malam sang kapten, Robert Fitzroy, seorang bangsawan muda yang temperamental. Dengan berjalannya waktu, Darwin memang seolah mengambil peran sebagai naturalis dan menganggap dirinya sebagai seorang naturalis. Namun, teorinya berkembang secara lambat, diam-diam, dan The Origin of Species (judul lengkapnya On the Origin of Species by Means of Natural Selection, or the Preservation of Favoured Races in the Struggle for Life) baru diterbitkan pada 1859. Selama puluhan tahun setelahnya, banyak ilmuwan, di samping sejumlah pendeta era Victoria, menentang bukti dan argumen evolusi tersebut. Memang, realitas evolusi diterima luas pada masa hidup Darwin, tetapi teorinya Darwin sendiri—dengan seleksi alam sebagai sebab utama—baru diakui sekitar 1940, setelah sukses berpadu dengan genetika.

Selain penjelasan di atas, hal paling menarik yang hilang dari dongeng penyederhanaan itu adalah: petunjuk pertama yang sesungguhnya bagi Darwin ke arah evolusi tidaklah berasal dari Galápagos, tetapi dari tiga tahun sebelumnya di sebuah pantai yang bergelora di pesisir utara Argentina. Petunjuk itu tidak berupa bentuk paruh burung, bahkan bukan makhluk hidup. Petunjuk tersebut adalah sekumpulan fosil. Lupakan saja dulu tentang pipit Darwin. Untuk mendapatkan sudut pandang yang baru tentang pengarungan Beagle, mulailah dari armadillo dan sloth raksasa Darwin.
Pada September 1832, dalam tahun pertama misinya, HMS Beagle melepas sauh di dekat Bahía Blanca, sebuah permukiman di bagian terdalam teluk sekitar 650 kilometer barat daya Buenos Aires. Saat itu Jenderal Rosas sedang melancarkan perang genosida terhadap bangsa Indian dan Bahía Blanca merupakan benteng depan Argentina. Sebagian besar penghuninya tentara. Selama lebih dari sebulan Beagle singgah di kawasan itu, beberapa awaknya sibuk menyigi, yang lain melakukan pekerjaan di darat—menggali sumur, mencari kayu bakar, dan berburu binatang. Lanskap di seputarnya adalah Pampas Argentina yang klasik, padang rumput subur yang berbatasan dengan bukit pasir yang ditahan keberadaannya oleh rerumputan di sepanjang pantai. Para pemburu membawa pulang rusa, agouti (sejenis binatang pengerat, genus Dasyprocta), dan beberapa jenis binatang buruan lain, termasuk beberapa armadillo dan seekor burung yang tidak bisa terbang yang disebut oleh Darwin sebagai “burung unta”. Tentu saja itu bukan burung unta (satwa asli Afrika, dan sebelumnya Timur Tengah); burung itu seekor rhea, tepatnya Rhea americana, bentuknya mirip burung unta tetapi endemik Amerika Selatan dan merupakan burung terberat di benua itu.

“Menu makan malam kami hari ini tentu terdengar sangat aneh di Inggris,” tulis Darwin yang menikmati keeksotisan gaya hidupnya yang baru, dalam catatan hariannya pada 18 September: “Siomai burung unta dan Armadillo.” Dia juga terlibat petualangan yang meriah, bukan hanya kerja lapangan yang biasa tentang sejarah alam, dan buku hariannya selama di kapal (kemudian hari menjadi buku perjalanan berjudul The Voyage of the Beagle) mencerminkan perhatiannya pada budaya, masyarakat, politik, di samping ilmu pengetahuan. Dia mencatat, daging merah dari burung besar mirip daging sapi. Armadillo yang dikuliti cangkangnya terlihat dan terasa seperti daging bebek. Pengalaman makannya di Pampas dan kemudian di Patagonia, di samping menjadi bagian dari tur penemuannya yang lahap, pada akhirnya berperan dalam pemikiran evolusinya.

Beberapa hari setelah itu, pada 22 September 1832, Darwin dan Fitzroy naik perahu kecil untuk mengunjungi sebuah lokasi yang bernama Punta Alta, 16 kilometer dari tempat mereka lego jangkar. Di sana mereka menemukan beberapa singkapan batu yang menjorok ke atas air. “Ini yang pertama yang pernah kulihat,” tulis Darwin, “ dan sangat menarik karena mengandung banyak cangkang dan tulang binatang besar.”

Tak seperti namanya, Punta Alta (“Tanjung Tinggi”) tidaklah terlalu tinggi, tebingnya yang terbuat dari batu lumpur kemerahan hanya sekitar enam meter tingginya. Jikapun tanjung tersebut tidak mengesankan, tidak demikian dengan fosil yang tersingkap di sana: besar, berbentuk aneh-aneh, dan berlimpah. Darwin, dibantu seorang pria, menggali batu yang lunak dengan beliung. Antara sesi tersebut dan upaya-upaya berikutnya, dia memperoleh rangka sembilan mamalia besar dari Punta Alta, semuanya tidak dikenal atau hampir tidak dikenal oleh ilmu pengetahuan. Satwa-satwa adalah raksasa-raksasa Pleistosen yang telah punah, hanya ada di Amerika pada suatu masa sebelum 12.000 tahun silam.

Yang paling terkenal adalah Megatherium, seekor sloth tanah seukuran gajah yang sudah pernah dinamai dan diuraikan oleh ahli anatomi Prancis Georges Cuvier berdasarkan satu set fosil yang ditemukan di Paraguay. Sloth yang hidup zaman sekarang berasal dari Amerika Selatan dan Tengah, dan hanya ada di sana; Megatherium memiliki banyak kesamaan anatomi, tetapi tubuhnya terlalu besar untuk bisa memanjat pohon. Temuan Darwin juga termasuk setidaknya tiga sloth tanah raksasa, sejenis kuda yang sudah punah, dan satu karapaks pelindung yang tersusun atas sisik tulang kecil yang menyatu, sisa-sisa dari seekor binatang besar yang pasti sangat mirip dengan armadillo. Saat itu, Darwin sudah familiar dengan armadillo hidup, telah melahap daging kupas yang rasanya mirip bebek itu bersama siomai burung unta. Dia juga pernah melihat gaucho setempat membunuh armadillo dan memanggangnya dalam cangkangnya. Di antara 20 spesies armadillo yang ada, semuanya hanya ada di Amerika dan beberapa umum ditemui di Pampas; binatang yang dipanggang itu mungkin armadillo bergaris enam (Euphractus sexcinctus) yang banyak terdapat di sana dan terkenal tidak enak, tetapi ini tidak menghalangi para gaucho yang tidak pilih-pilih makanan, yang terkadang makan apa saja selama berminggu-minggu. “Seperti keong, mereka memanggul semua barangnya dan makanan mereka diambil dari sekeliling,” tulis Darwin merujuk kepada para gembala sapi itu, bukan armadillo.
Sebulan kemudian, di pantai 50 kilometer di utara Punta Alta, Darwin menemukan tebing laut kaya-fosil yang lain, tingginya 35 meter dan menandai sebuah tempat bernama Monte Hermoso. Di sana dia menggali sisa-sisa jasad yang membatu dari beberapa makhluk pengerat, yang mengingatkannya kepada agouti, capybara (jenis babi Amerika Selatan), dan tuco-tuco, sejenis binatang pengerat Amerika yang lebih kecil, tetapi lagi-lagi, untuk setiap kasus, antara fosil dan spesies yang ada sekarang sangat mirip tapi tidak identik. Kemudian di pantai Argentina yang lebih jauh ke selatan, dia menggali kerangka mamalia ketiga yang menurut ahli anatomi yang akhirnya memeriksanya, mirip sejenis unta yang sudah punah. Makhluk itu jadi dikenal sebagai Macrauchenia. Keluarga unta termasuk dua spesies liar Amerika Selatan, guanaco dan vicuña, di samping yang jinak, llama dan alpaca. Darwin mengetahui bahwa guanaco hidup di daerah itu karena beberapa hari sebelumnya dia menembak seekor.

Penemuan, analogi, dan jukstaposisi ini terekam dalam ingatan dan imajinasi Darwin dan mengendap sepanjang sisa perjalanan dan beberapa tahun setelahnya. Sementara itu, fosil-fosil tersebut dikemas untuk dikapalkan pulang ke Inggris, sebagian besar ditujukan kepada John Stevens Henslow, ahli botani lembut yang merupakan mentor Darwin di Cambridge.

“Saya beruntung mendapat tulang-tulang fosil,” dia bercerita kepada Henslow melalui surat. Darwin menyebut pengerat besar, sloth tanah, dan bagian sisik tulang berbentuk poligon. Komentarnya tentang yang terakhir: “Begitu melihatnya, saya berpikir bahwa ini pastilah milik seekor armadillo raksasa, spesies hidup yang genusnya sangat banyak di sini.” Darwin menambahkan: “Jika hal ini cukup membuat Anda tertarik untuk membukanya, saya sangat ingin mendengar pendapat Anda tentang fosil-fosil itu.”

Adalah penting untuk tidak melebih-lebihkan bahwa betapa saat itu Darwin mampu mengenali, apa lagi menafsirkan fosil yang ditemukannya. Sebagian besar fosil yang ditemukannya, selain Megatherium, berasal dari binatang yang belum dikenal oleh para pakar, sementara Darwin bukan seorang pakar. Dia bukan ahli anatomi perbandingan seperti Cuvier yang tersohor; dia tidak terlalu tahu tentang mamalia; dan kata “paleontolog” belum digunakan pada masa itu. Darwin memercayakan deskripsi dan identifikasi fosil-fosilnya kepada seorang ahli anatomi muda yang brilian di London bernama Richard Owen, seorang pakar tentang mamalia-punah yang sedang naik daun. Owenlah yang memberi nama kepada sloth tak dikenal itu dan Owen yang mengajukan pendapat (secara keliru, kemudian dikoreksinya sendiri) tentang hubungan antara Macrauchenia dan unta.

Darwin sendiri bukan pakar seperti Owen. Dia hanyalah orang lapangan yang cermat, rakus akan spesimen, dan belajar sambil jalan. Undangan Beagle menyelamatkan Darwin dari masa depan sebagai pendeta desa yang tidak cocok untuknya dan sejak hari-hari pertamanya di atas kapal, dia bekerja dengan rajin dan cepat matang sehingga mampu mengambil (dan kemudian melampaui) peran sebagai naturalis kapal itu. Kualifikasi terbaik Darwin untuk menafsirkan fosil adalah rasa ingin tahunya yang besar, bakatnya akan pengamatan yang cermat, dan naluri bahwa semua hal dalam alam ini entah bagaimana berkaitan satu sama lain. Di samping itu, dia tidak takut berspekulasi dengan berani—sepanjang dilakukannya secara diam-diam.

Datum kecil, tetapi penting lainnya diperoleh Darwin beberapa bulan kemudian, saat Beagle singgah di dekat Patagonia bagian utara dan Darwin menghabiskan waktu di darat bersama sekelompok gaucho lain yang simpatik. Awalnya cuma desas-desus: Para gaucho menyinggung jenis burung unta yang langka, lebih kecil dari yang biasa, kakinya lebih pendek, dan lebih mudah dibunuh dengan bandering mereka, tetapi selain itu serupa. Kemungkinan dalam menemukan burung itu luput dari pikiran Darwin sampai salah satu rekan awak kapalnya menembak “burung unta” yang lebih kecil itu (rhea yang berbeda) untuk diambil dagingnya. Darwin tidak terlalu mengacuhkannya, menganggap burung tersebut masih muda.
“Burung itu sudah selesai dikuliti dan dimasak sebelum aku teringat,” tulis Darwin dalam sebuah catatan yang sangat hidup sehingga kita hampir bisa membayangkan dia menepuk jidatnya. “Namun, kepala, leher, kaki, sayap, banyak dari bulu yang besar, serta sebagian besar kulit telah diawetkan.” Dia menyelamatkan sisa-sisa tersebut dan mengirimkannya ke Inggris. Di sana, potongan-potongan itu dijahit menjadi spesimen yang cukup utuh bagi museum Zoological Society. Ahli ornitologi John Gould yang kelak dikirimi Darwin pipit dan mockingbird Galápagos untuk diidentifikasi, juga pertama kali melihat makhluk ini. Gould memastikan bahwa ini adalah spesies yang berbeda dan menyebutnya Rhea darwinii (nama ini kemudian berubah karena hal teknis taksonomi) berdasarkan nama si lelaki yang menyelamatkannya dari tumpukan sampah.

Yang paling menarik perhatian Darwin tentang kedua spesies rhea tersebut adalah, walaupun keduanya sangat mirip, irisan distribusi geografinya sangat kecil. Rhea besar mendiami Pampas dan Patagonia utara, ke selatan hingga Río Negro di Argentina yang mengalir ke laut pada sekitar 41° lintang selatan; rhea kecil menggantikan yang besar di seberang Río Negro dan mendiami Patagonia selatan. Bersama dengan bukti mamalia Amerika Selatan yang punah, implikasi keanekaragaman dan distribusi rhea sama meyakinkannya bagi Darwin dengan pola yang kemudian ditemukannya di antara burung pipit dan mockingbird Galápagos.

Bagaimana spesies berasal, dan bagaimana sehingga hidup di tempatnya sekarang? Kisah yang umum yang tetap dianut erat oleh ilmu pengetahuan Eropa di saat pengarungan Beagle adalah bahwa Tuhan menciptakan spesies secara sendiri-sendiri, dalam kelompok-kelompok (untuk mengganti yang punah), dan memilih untuk menempatkannya hampir secara sembarang di tempatnya masing-masing—kanguru di Australia, jerapah dan zebra di Afrika, rhea, sloth, dan armadillo di Amerika Selatan, makhluk yang masih hidup dan punah berkumpul dengan erat dalam ruang dan waktu.

Namun bagi Darwin, baik mamalia yang telah punah (bersama jenisnya yang masih hidup di antara sloth dan armadillo) dan kedua jenis rhea (menempati kawasan habitat yang berdampingan) menandakan sesuatu yang lebih rasional: gagasan tentang hubungan dan suksesi di antara spesies yang berkerabat dekat. Sloth pohon dan armadillo yang hidup sekarang sepertinya melanjutkan bentuk sebelumnya, mendiami medan yang kurang-lebih sama dalam kala yang berbeda dalam sejarah Bumi. (Jenis-jenis sloth yang lebih awal itu adalah sloth sejati; makhluk berperisai yang lebih awal itu sekarang dikenal sebagai glyptodont, satu familia yang berbeda tetapi sangat dekat dengan armadillo yang hidup sekarang.)

Kedua rhea, serupa tapi tak sama, kemungkinan adalah keturunan satu sama lain—namun dalam ruang, di sepanjang dimensi horizontal lanskap. Pengelompokan dalam ruang dan waktu seperti itu menunjukkan bahwa setiap kelompok berasal, dengan modifikasi, dari nenek moyang yang sama: rhea dari rhea, sloth dari sloth yang lebih awal, armadillo dari pendahulu yang mirip armadillo atau glyptodont, mungkin jauh lebih besar daripada armadillo yang hidup saat ini. Itulah penjelasan yang menurut Darwin paling tepat, karena agaknya lebih efisien, lebih induktif, dan lebih meyakinkan daripada skenario penciptaan.
Sepenting apa peran data Amerika Selatan itu dalam menggoyahkan keyakinan Darwin terhadap pandangan ortodoks—meyakinkan bahwa evolusi adalah kenyataan yang seharusnya dia cari penjelasan materialnya? Darwin sendiri memberi beberapa jawaban atas pertanyaan itu sepanjang hidupnya. Intinya, jawabannya berkisar antara sangat penting, tetapi tak sepenting burung-burung Galápagos, hingga, sangat krusial, titik.

Darwin mengisyaratkan tentang teori evolusi pada 1845, dalam edisi kedua kisah Beagle-nya yang dia revisi untuk menyertakan petunjuk samar tentang teori yang belum siap dia lansir tersebut. Hubungan antara fosil dan yang hidup sekarang di antara binatang pengerat, sloth, unta, dan armadillo merupakan “fakta yang paling menarik,” tulisnya. Pekerjaan lebih lanjut yang dilakukan oleh peneliti lainnya mengungkap pola yang sama di Brasil—pada fosil dan binatang yang hidup yaitu pemakan semut (anteater), monyet, pikari (jenis babi), dan possum. “Hubungan mengagumkan antara yang mati dan yang hidup di satu benua ,” tulis Darwin, akan “semakin menyinari kemunculan makhluk hidup serta kepunahannya di Bumi kita, dibanding jenis informasi yang lain.” Namun sinar yang seperti apa? Apa yang akan terlihat? “Menyinari” adalah salah satu metafora yang disukainya dan kata itu akan muncul kembali, tetapi baru lima belas tahun kemudian—setelah dia siap menyorotkan sinar teorinya yang menyilaukan ke muka umum.

Ada pertanyaan lain yang mengusik tentang rhea dan fosil Amerika Selatan: kapan bukti tersebut dipahami Darwin sehingga mengarahkannya ke gagasan tentang evolusi? Pandangan yang umum diterima adalah saat kembali dari pelayaran Beagle, dia belumlah menjadi penganut evolusi, dia hanya terusik dan dibingungkan oleh apa yang telah dilihatnya, dan dia melakukan lompatan besar ke pemikiran evolusi setelah berkonsultasi di London dengan John Gould dan Richard Owen, tentang spesimen fosil dan burung yang sudah dia kirim kepada mereka (tak lama setelah itu dia mulai menggunakan istilah baru untuk proses tersebut: “transmutasi”). Namun tidak semua orang setuju.

“Saya kira secara pribadi dia telah menganut paham ini lebih awal,” ujar seorang sejarawan paleontologi yang bernama Paul D. Brinkman. Kami duduk di kantornya di North Carolina Museum of Natural Sciences di Raleigh, ditemani potret Darwin muda, poster film Jurassic Park, dan foto-foto spesimen sloth tanah dan glyptodont yang sudah tua. “Mengapa ada kemiripan antara fosil fauna dan fauna yang hidup di kawasan ini? Mengapa satwa-satwa itu demikian serupa?” ujar Brinkman, mengajukan ulang pertanyaan yang mungkin timbul di benak Darwin. Pengerat purba dan agouti modern, glyptodont dan armadillo—mengapa? “Saya kira, salah satu penjelasan yang mungkin dipertimbangkan Darwin, bahkan seawal tahun 1832, adalah spesies tersebut merupakan keturunan yang lain. Transmutasi.” Namun, bahkan Brinkman pun mengakui bahwa hanya ada bukti lemah, “tidak ada bukti pasti,” untuk hipotesisnya bahwa Darwin telah menganut evolusionisme jauh sebelum berjalan di pantai Galápagos.

Salah satu kesaksian misterius datang dari Darwin sendiri, menjelang akhir hidupnya, dalam autobiografi pribadi yang dia tulis untuk keluarganya. “Selama pengarungan Beagle,” kenang Darwin, “aku sangat terkesan oleh penemuan fosil binatang besar di bebatuan Pampas yang memiliki perisai seperti armadillo yang ada sekarang.” Dia juga menyinggung rhea dan spesies-spesies di Galápagos, yang berbeda dari satu pulau ke pulau yang lain. “Itu adalah bukti,” tulis Darwin, “bahwa fakta seperti itu, di samping banyak hal lain, dapat dijelaskan dengan anggapan bahwa spesies berubah perlahan; dan hal tersebut menghantuiku.” Bertahun-tahun setelahnya, hal itu juga menghantui para sarjana.

Setelah menyelesaikan pekerjaan menyigi di Amerika Selatan dan menghabiskan waktu setahun mengelilingi dunia, Beagle kembali ke Inggris pada Oktober 1836. Darwin yang saat itu berusia 27 tahun serta sudah menjadi seorang naturalis berpengalaman yang lelah merantau dan ingin segera pulang, juga mengalami perubahan dalam segi lainnya. Dia tidak mau lagi menjadi pastor desa; dia membaktikan hidupnya untuk ilmu pengetahuan. Setidaknya, dia mulai kehilangan keyakinannya terhadap spesies yang tidak dapat berubah. Hal itu tidak mungkin bisa diketahui dengan pasti, tetapi tampaknya saat itu dia telah mengidentifikasi pertanyaan besar, walaupun belum menemukan jawaban besar, yang akan mendominasi sisa usia produktifnya.
Karena spesimennya diserahkan kepada orang lain untuk diidentifikasi—burung kepada Gould, fosil mamalia kepada Owen, reptil kepada ahli zoologi bernama Thomas Bell—dia mulai menuliskan pikirannya secara teratur dan menelusuri kecurigaannya. Dia mencurahkan pikirannya dalam catatan yang sangat pribadi tentang burung unta, guanaco, dan apakah “satu spesies berubah menjadi spesies yang lain.” Jika benar demikian, bagaimana transmutasi seperti itu terlaksana? Sekitar setahun setengah kemudian, setelah menambahkan satu bagian krusial pada pemikirannya (gagasan tentang kelebihan reproduksi dan perjuangan untuk bertahan hidup yang diambil dari esai mengenai populasi manusia oleh Thomas Malthus), Darwin menyusun teorinya: seleksi alam, di mana anggota populasi yang paling bisa beradaptasi menyintas dan meneruskan keturunannya, sementara yang lainnya tidak.. Lalu dia mengasah, memoles, mengembangkan, dan menyembunyikan teori itu selama 20 tahun, sampai seorang yang lebih muda, Alfred Russel Wallace (baca “Di Bawah Bayang-bayang Darwin” di National Geographic edisi Desember 2008) menemukan gagasan yang sama, memaksa Darwin untuk bergegas mencetak bukunya.

Itu terjadi pada 1858 tatkala Darwin telah mulai menulis risalah yang panjang, terperinci, dan penuh catatan kaki tentang seleksi alam, tetapi baru setengah selesai. Dia panik, merasa hal itu miliknya, tapi juga menyadari kembali pentingnya jika cerita itu segera diumumkan. Dia pun menyisihkan buku tebal itu dan mulai menyusun catatan yang lebih ringkas. Versi yang lebih singkat dan tergesa-gesa ini hanyalah “abstraksi” dari teori dan data pendukungnya, demikian pengakuan Darwin. Dia menyebutnya sebagai “edisi yang menjijikkan” karena setelah beberapa dasawarsa perenungan dan penundaan, proses menulisnya demikian terburu-buru dan menyulitkan. Dia ingin memberi buku itu judul An Abstract of an Essay on the Origin of Species and Varieties Through Natural Selection, tetapi penerbit membujuknya agar menerima judul yang paling tidak sedikit lebih menarik. Tulisan itu terbit pada November 1859, dengan judul On the Origin of Species by Means of Natural Selection dan seterusnya, dan langsung laris terjual.

Lima edisi lagi dicetak selama masa hidup Darwin. Hampir tidak diragukan bahwa itu adalah buku ilmiah terpenting yang pernah diterbitkan. Setelah 150 tahun, orang masih memujanya, orang masih mengutuknya, dan The Origin of Species terus memberikan pengaruh luar biasa—walaupun, sayangnya, tidak banyak orang yang benar-benar membacanya.

Selain itu, petunjuk-petunjuk terlupakan yang menggiring Darwin menuju teorinya kebanyakan tetap terlupakan. Lagi pula, hal itu dihilangkan dari cerita mite tentang Darwin. Para sarjana masih berdebat mengenai pentingnya satwa-satwa Argentina yang punah dan masih ada, terutama sloth tanah dan glyptodont, sloth pohon, armadillo, dan rhea. Bukti-bukti yang ada tidak bisa disimpulkan dengan pasti, bahkan dalam beragam komentar mengenai hal itu yang dibuat oleh Darwin sendiri. Komentar yang paling jelas, dalam pandanganku, adalah yang berada di tempat yang begitu kentara sehingga cenderung tak diperhatikan. Komentar itu berupa dua kalimat pertama The Origin of Species yang memulai buku itu dengan nada nostalgia. Bunyinya:

“Saat berada di atas HMS ‘Beagle,’ sebagai seorang naturalis, saya sangat terpukau oleh beberapa fakta tentang distribusi penghuni Amerika Selatan dan hubungan geologi antara penghuni masa kini dan masa lalu benua itu. Fakta-fakta ini bagiku menyinari asal-usul spesies.…”

Burung pipit Galápagos muncul sekitar 400 halaman kemudian.

0 komentar:

Posting Komentar

isi komentar

 
Powered By Blogger | Portal Design By Trik-tips Blog © 2009 | Resolution: 1024x768px | Best View: Firefox | Top